Memori pantai parangtritis

Ingatkah ketika kau menciumku di tepi pantai itu? Di bawah payung awan rendah dan hembusan angin yang menyegarkan. Membuatku meleleh dalam pelukanmu, bukan karena teriknya matahari, tapi karena kedasyatan ciumanmu yang menembus sampai kejantungku.
Lalu kita berlarian di sepanjang garis pantai, merasakan pasir – pasir lembut menyelinap di jari – jari kaki kita. Tak lelah kita menyusuri pantai, bercanda saling melempar pasir basah. Saling mendorong dan berpelukan. Kemudian ketika aku menyerah dan lelah, kau menggandengku dengan penuh mesra sampai tiba di ujung pantai yang bertebing.
Lalu lagi – lagi kau, dengan sembunyi – sembunyi mencoba menciumku agar orang lain tak melihat. Menyelipkan rambutku yang berjatuhan di kedua sisi wajahku ke belakang telingaku. Meletakkan kedua tanganmu di pipiku dan memandangiku sampai jauh ke dalam. Kemudian kau mengatakan, “ Aku mencintaimu.”
Menciumku lagi di kening. Membuat seluruh tubuhku bergetar karena kekuatan cintamu. Membuat kakiku lemas karena sentuhanmu. Membuatku bahagia karena dapat merasakanmu.
Dan angin – angin membelai lembut kita. Angin basah, lembab, dan asin.
Tak akan kulupakan memori itu. Bersamamu.